BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak ini
dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian
masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung
dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi
diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak
yang tidak dapat diabaikan.
Manusia
sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia
ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal,
artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh
siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat
kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan
dengan sesama manusia.
Pada
setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga
kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi
terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi
Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi
yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran
akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya,
diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak-hak
kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak
kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa
besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
Dalam
hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan
ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang adapun rumusan masalah yang akan dikaji
penulis adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan HAM ?
2.
Bagaimana sejarah dan
perkembangan pemikiran HAM ?
3.
Apa saja jenis-jenis HAM ?
4.
Bagaimana tinjauan Islam
terhadap HAM ?
5.
Apa saja pelanggaran HAM dan
pengadilan HAM ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah adapun rumusan
masalah yang akan dikaji penulis adalah:
1.
Untuk mengetahui
pengertian HAM
2.
Untuk mengetahui sejarah dan
perkembangan pemikiran HAM
3.
Untuk mengetahui Jenis-jenis
HAM
4.
Untuk mengetahui tinjauan Islam
terhadap HAM
5.
Untuk mengetahui pelanggaran
HAM dan pengadilan HAM
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat dipelajari dari
makalah ini, mahasiswa di harapkan dapat:
1.
Mengetahui pengertian HAM
2.
Mengetahui sejarah dan
perkembangan pemikiran HAM
3.
Mengetahui Jenis-jenis HAM
4.
Mengetahui tinjauan Islam
terhadap HAM
5.
Mengetahui pelanggaran HAM dan
pengadilan HAM
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Dan juga telah diungkapkan Jan
Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam
“human right could be generally defines as those right which are inherent in
our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah
hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak
itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.
Dari
pengertian diatas, maka hak asasi mengandung dua makna, yaitu:
1.
Pertama,
HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri manusia sejak manusia
dilahirkan kedunia.
2.
Kedua,
HAM merupakan instrument untuk menjaga harkat martabat manusia sesuai dengan
kodrat kemanusiaannya yang luhur.
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai
definisi dari Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai berikut :
1.
HAM adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
2.
Menurut pendapat Jan Materson
(dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana
dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada
setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
3.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
(Mansyur Effendi, 1994).
HAM bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimilki oleh setiap manusia
sejak lahir. Tapi, juga merupakan standar normatif bagi perlindungan hak-hak
dasar manusia dalam kehidupannya. Esensi HAM juga dapat dibaca dalam mukadimah universal
declaration of human right. pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak
yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia merupakan
dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia”
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan
atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
(Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
B.
Sejarah dan Perkembangan Pemikiran HAM
I. Sejarah
Internasional Hak Asasi Manusia
Umumnya para pakar
Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada
tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang
tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia
sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja
tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai
dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus
mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai
dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada
rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak
berada di tangan raja.
Dengan demikian,
kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional
yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini
kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of
Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul adagium yang
intinya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law).
Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of
rights melahirkan asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan
bahwa hak persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi
karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan
semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang contract social/perjanjian
masyarakat), Motesquieu dengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan
kekuasaan guna mencegah tirani, John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di
Amerika dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM
selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence
yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis
sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu
mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah
merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah
lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada
tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci
lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakan tidak boleh ada
penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan
yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang
sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orangnya yang
ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai
ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah.
Dipertegas juga
dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion
(bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property
(perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French
Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin
tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan
sebelumnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan
pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654
tersebut di bawah ini :
“The first is
freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is freedom
of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third
is freedom from want which, translated into world terms, means economic
understandings which will secure to every nation a healthy peacetime life for
its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom from
fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be
in a position to commit an act of physical agression against any
neighbor-anywhere in the world.”
Semua hak-hak
ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia)
dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal,
yang kemudian dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights yang
diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
Jika dilihat
dari prespektifnya, perkembangan pemikiran hak asasi manusia dikategorikan
menjadi empat generasi sebagai berikut:
(a) Generasi Pertama Hak Asasi Manusia
“Kebebasan” atau “hak-hak generasi
pertama” sering dirujuk untuk mewakili hakhak sipil dan politik, yakni hak-hak
asasi manusia yang “klasik”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan
diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan sosial
lainnya --sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang bergelora di Amerika
Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah hak-hak generasi
pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada hakikatnya
hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi setiap
orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam generasi
pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak
suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir,
beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran,
hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari
penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses
peradilan yang adil. Hak-hak generasi pertama itu sering pula disebut sebagai
“hak-hak negatif”. Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan
merujuk pada tiadanya campur tangan terhadap hak-hak dan kebebasan individual.
Hak-hak ini menjamin suatu ruang kebebasan di mana individu sendirilah yang
berhak menentukan dirinya sendiri. Hakhak generasi pertama ini dengan demikian
menuntut ketiadaan intervensi oleh pihakpihak luar (baik negara maupun
kekuatan-kekuatan sosial lainnya) terhadap kedaulatan individu. Dengan kata
lain, pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat
tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hak-hak tersebut.
Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Inilah yang
membedakannya dengan hak-hak generasi kedua, yang sebaliknya justru menuntut
peran aktif negara. Hampir semua negara telah memasukkan hak-hak ini ke dalam
konstitusi mereka.
(b) Generasi Kedua Hak Asasi Manusia
“Persamaan” atau “hak-hak generasi
kedua” diwakili oleh perlindungan bagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar Negara menyediakan pemenuhan terhadap
kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai pada kesehatan. Negara
dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak tersebut dapat
terpenuhi atau tersedia. Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam
bahasa yang positif: “hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif:
“bebas dari” (“freedom from”). Inilah yang membedakannya dengan hak-hak generasi
pertama. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah
yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan,
hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang
sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah, kesusasteraan, dan
kesenian.
Hak-hak generasi kedua pada dasarnya
adalah tuntutan akan persamaan sosial. Hak-hak ini sering pula dikatakan
sebagai “hak-hak positif”. Yang dimaksud dengan positif di sini adalah bahwa
pemenuhan hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif negara. Keterlibatan
negara di sini harus menunjukkan tanda plus (positif), tidak boleh menunjukkan
tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang dikelompokkan ke dalam
generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk menyusun dan menjalankan
program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut. Contohnya, untuk memenuhi hak
atas pekerjaan bagi setiap orang, negara harus membuat kebijakan ekonomi yang
dapat membuka lapangan kerja. Sering pula hak-hak generasi kedua ini diasosiasikan
dengan paham sosialis, atau sering pula dianggap sebagai “hak derivatif” yang
karena itu dianggap bukan hak yang “riil”. Namun demikian, sejumlah Negara (seperti
Jerman dan Meksiko) telah memasukkan hak-hak ini dalam konstitusi mereka.
(c) Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia
“Persaudaraan” atau “hak-hak generasi
ketiga” diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas” atau “hak bersama”.
Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia
Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak
solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu tatanan
ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut:
(i) hak atas pembangunan; (ii) hak atas perdamaian; (iii) hak atas sumber daya alam
sendiri; (iv) hak atas lingkungan hidup yang baik; dan (v) hak atas warisan budaya
sendiri. Inilah isi generasi ketiga hak asasi manusia itu. Hak-hak generasi ketiga
ini sebetulnya hanya mengkonseptualisasi kembali tuntutan-tuntutan nilai berkaitan
dengan kedua generasi hak asasi manusia terdahulu.
Di antara hak-hak generasi ketiga yang
sangat diperjuangkan oleh negara-negara berkembang itu, terdapat beberapa hak
yang di mata negara-negara Barat agak kontroversial. Hak-hak itu dianggap
kurang pas dirumuskan sebagai “hak asasi”. Klaim atas hak-hak tersebut sebagai
“hak” baru dianggap sahih apabila terjawab dengan memuaskan
pertanyaan-pertanyaan berikut: siapa pemegang hak tersebut, individu atau negara?;
siapa yang bertanggungjawab melaksanakannya, individu, kelompok atau negara?
Bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Pembahasan terhadap pertanyaanpertanyaan mendasar
ini telah melahirkan keraguan dan optimisme di kalangan para ahli dalam
menyambut hak-hak generasi ketika itu. Tetapi dari tuntutannya jelas bahwa pelaksanaan
hak-hak semacam itu jika memang bisa disebut sebagai “hak” akan bergantung pada
kerjasama internasional, dan bukan sekedar tanggungjawab suatu negara.
(d)Generasi
Keempat Hak Asasi Manusia
Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang
sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi
dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan
rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan
rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit.
Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia
yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration
of the basic Duties of Asia People and Government
II. Sejarah
Nasional Hak Asasi Manusia
Deklarasi HAM
secara sah dan resmi dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10
Desember 1948, setelah pemroklamasian HAM ini dianggap sebagai masa kemerdekaan
seluruh umuat dipenjuru dunia dan masa peradaban umat dunia karena manusia
telah terlepas dari malapetaka kekejaman dan keaiban yang dilakukan
negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM
sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun
ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya
masing-masing.
Makna ke luar
adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak
terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan
nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan makna
ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus
senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara
dalam menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahnya.
Adapun hakikat
universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaksud dalam
Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi
siapapun, dari kelas sosial dan latar belakang primordial apa pun serta
bertempat tinggal di mana pun di muka bumi ini. Semua manusia adalah sama.
Semua kandungan nilai-nilainya berlaku untuk semua.
Munculnya
Deklarasi HAM ini membawa pengaruh besar bagi peradaban didunia menciptakan
manusia yang bertata aturan moral dan norma sewajarnya sehingga menghilangkan
pemerintahan yang sewenang-wenang dan tindakan yang merenggut Hak Asasi
Manusia.
Serta
adanya peraturan hukum yang tegas bagi setiap pelaku kejahatan yang meresahkan
hidup orang banyak dan pengakuan terhadap adanya HAM ini diterima oleh seluruh
negara secara internasional. Termasuk para anggota PBB didalamnya mengakui
serta mematuhi universalitas HAM itu sendiri.
Sesuai dengan
Deklarasi HAM bahwa HAM itu sendiri merupakan sebuah standar nilai kemanusiaan
setiap individu yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar
belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka bumi
ini. Termasuk kita pun masyarakat awam harus mengakui pentingnya keberadaan HAM
itu sendiri karena HAM memang benar adanya dan sudah sepatutnya sikap manusia
untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Pengakuan HAM mampu
membawa peradaban manusia kearah yang lebih baik dan berusaha menciptakan
kehidupan yang harmonis antar sesama manusia, bangsa, dan antar negara. Ini
menjadi pengharapan setiap individu yang lahir didunia untuk mendapatkan
jaminan hidup, bersuara, kebebasan, dan rasa aman. Perkembangan pemikiran
HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu :
1.
Periode Sebelum Kemerdekaan (1905-1954)
Sebagai organisasi pergerakan, Boedi
Utomo menaruh perhatian terhadap masalah HAM. Dalam konteks pemikiran HAM,
Pemimpin Boedi Utomo memperlihatkan kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun
tulisan yang dimuat surat kabar Goeroe Desa. Selanjutnya, pemikiran HAM pada
perhimpunan indonesia banyak dipengaruhi oleh tokoh organisasi seperti Muhammad
Hatta, AA Maramis dsb. Pemikiran HAM para tokoh lebih menitikberatkan pada hak
untuk menentukan nasib sendiri (the right of self determination).
Selanjutnya, serikat islam organisasi
yang dimotori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis menekankan pada usaha – usaha
memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi
rasial. Sedangkan pemikiran HAM dalam PKI sebagai partai paham Marxisme condong
pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu alat produksi.
Konsen terhadap HAM juga ada pada Indische Partij yang menyatakan bahwa hak
untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapat perlakuan yang sama. Sedangkan pemikiran
HAM partai Nasional Indonesia mengedepankan hak memperoleh kemerdekaan.
Adapun pemikiran HAM dalam organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia yang didirikan oleh M. Hatta setelah Partai
Nasional Indonesia dibubarkan lebih menekankan hak politik yaitu hak untuk menentukan
nasib sendiri, hak untuk mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan berkumpul,
hak persamaan dimuka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan negara.
Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi perdebatan disidang BPUPKI
antara Soekarno dan Soepomo ( satu pihak ) dengan M. Hatta dan M. Yamin ( lain
pihak ).
2. Periode Setelah
Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
a) Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM periode awal kemerdekaan
masih menekankan hak untuk merdeka (self Determination) hak kebebasan berserikat
melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan
pendapat di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal
karena memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi)
yaitu UUD 1945 dan prinsip kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas hukum dijadikan
sebagai sendi bagi penyelenggaraan Negara Indonesia Merdeka. Langkah selanjutnya
memberikan keleluasaan kepada Rakyat untuk mendirikan partai politik. Pemerintah
menyukai timbulnya partai politik karena dengan adanya partai poltik dapat
dipimpin kejalan yang teratur segala aliran yang ada dalam masyarakat.
Pemerintah juga berharap partai tersebut telah tersusun sebelum
dilangsungkannya pemilihan Anggota Badan Perwakilan Rakyat pada Januari 1946.
Hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan HAM adalah adanya perubahan
mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial manjadi
sistem parlementer sebagaimana tertuang dalam
b) Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan
Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlemen. Dalam
pemikiran HAM di periode ini mendapat tempat di kalangan elit politik karena semangat,
pemikiran dan aktualisasi HAM periode ini mengalami “pasang” dan manikmati
“Bulan Madu” kebebasan. Menurut Bagir Manan (ahli Hukum Tata Negara),
indikatornya ada 5 aspek yaitu :
·
Pertama :
Semakin banyak tumbuh partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing.
·
Kedua :
kebebasan pers sebagai salah asatu pilar demokrasi menikmati kebebasannya.
·
Ketiga :
pemilihan umum sebagai pilar lain demokrasi berlangsung dalam suasana
kebebasan, fair (adil) dan demokratis.
·
Keempat :
Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai representasi dari kedaulatan
rakyat menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif.
·
Kelima : Wacana
dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c) Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan
yang berlaku adalah sistem Demokrasi terpimpin sebagai reaksi soekarno terhadap
sistem demokrasi parlementer. Pada sistem ini (Demokrasi Terpimpin) kekuasaan
terpusat dan berada ditangan presiden, akibat dari sistem demokrasi terpimpin
presiden melakukan tindakan Inkonstitusional baik pada tatanan supra struktur
politik maupun dalam tatanan infrastruktur politik. Dalam kaitan dengan HAM
telah terjadi pemasungan Hak Asasi Masyarakat yaitu hak sipil dan hak politik
seperti hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan fikiran dengan
tulisan. Dengan kata lainntelah terjadi sikap restriktif (pembatasan yang ketat
oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.
d) Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan
dari Soekarno ke Soeharto ada semangat untuk menetapkan HAM dan telah diadakan
berbagai seminar tentang HAM, salah satunya dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM. Pembentukan
Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah asia. Selanjutnya pada tahun 1968
diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materi
(Judicial review) dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanaan
TAP MPRS NO. XIV/MPRS 1966, MPRS melalui panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan
rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang HAM dan hak – hak serta
kewajiban warga negara. Pada awal tahun 1970 sampai periode ahir 1980 an persoalan
HAM di Indonesia mengalami kemunduran karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi
dan ditegakkan. Pemikiran elit politik pada masa ini diwarnai penolakan
terhadap HAM sebagai produk barat dan individualistik serta bertentangan dengan
faham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Pemerintah pada masa ini
bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang restriktif
terhadap HAM. Sikap Defensif ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM
digunakan Negara barat untuk memojokan negara berkembang seperti Indonesia. Meskipun
fihak pemerintah mengalami kemandegan, pemikiran HAM terus ada dikalangan LSM
dan akademisi yang cocern terhadap penegakkan HAM. Upaya yang dilakukan
masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi Internasional terkait dengan
pelanggaran HAM seperti kasus tanjung priok, kedung ombo dan sebagainya. Pada
periode 1990 an memperoleh hasil yang menggembirakan karena pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan depensif ke strategi akomodatif terhadap tuntutan penegakan
HAM. Hal ini ditandai dengan dibentuknya KOMNAS HAM berdasar KEPRES NO. 50
tahun 1993 6 tanggal 7 Juni 1993 yang bertugas untuk memantau, menyelidiki
pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan dan saran kepada pemerintah
perihal pelaksanaan HAM sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil
amandemen) piagam PBB, Deklarasi Unuversal HAM. Dampak sikap akomodatif
pemerintah dan dibentuknya KOMNAS HAM sebagai lembaga independen adalah
bergesernya paradigm pemerintah terhadap HAM dari partikularistik ke Universalistik
serta semakun kooperatifnya pemerintah terhadap upaya penegakan HAM di
Indonesia.
e) Periode 1998
– sekarang
Pergantian rezim
pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan
dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan
dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang –
undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan
dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan
HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan
telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti
amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP
MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang –
undangam lainnya.
v
Sejak kemerdekaan tahun 1945
sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
b.
Periode 18 Agustus 1945 sampai
27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
c.
Periode 27 Desember 1949 sampai
17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat.
d.
Periode 17 Agustus sampai 5
Juli 1959, berlaku UUD 1950.
e.
Periode 5 Juli 1959 sampai
sekarang, berlaku Kembali UUD 1945.
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan
bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat
dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan
bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis
yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa
Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan
sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini
disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara
multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap
hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara
Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak
terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusisan, kesejahterahan, kebahagiaan, dan kecerdasan
serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik
Indonesia,yakni:
1.
Undang-Undang Dasar
1945
2.
Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
3.
Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
C.
Jenis-jenis Hak Asasi Manusia
Selanjutnya kita
akan mempelajari berbagai jenis pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia yang ada di dunia meliputi:
1. Hak Asasi Pribadi / Personal Right
a. Hak kebebasan untuk bergerak,
bepergian dan berpindah-pndah tempat
b. Hak kebebasan mengeluarkan atau
menyatakan pendapat
c. Hak kebebasan memilih dan aktif
di organisasi atau perkumpulan
d. Hak kebebasan
untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini
masing-masing
2. Hak Asasi Politik / Political Right
a. Hak untuk
memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
b. Hak ikut serta
dalam kegiatan pemerintahan
c. Hak membuat dan
mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
d. Hak untuk
membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak Asasi
Hukum / Legal Equality Right
a. Hak mendapatkan
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
b. Hak untuk menjadi
pegawai negeri sipil / pns
c. Hak mendapat
layanan dan perlindungan hukum
4. Hak Asasi Ekonomi / Property Rigths
a. Hak kebebasan
melakukan kegiatan jual beli
b. Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
c. Hak kebebasan
menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
d. Hak kebebasan
untuk memiliki susuatu
e. Hak memiliki
dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi
Peradilan / Procedural Rights
a.Hak mendapat pembelaan
hukum di pengadilan
b.Hak persamaan
atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata
hukum.
6. Hak Asasi
Sosial Budaya / Social Culture Right
a. Hak menentukan, memilih dan mendapatkan
pendidikan
b. Hak mendapatkan pengajaran
c. Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai
dengan bakat dan minat
Keenam Hak Asasi Manusia tersebut telah ditandatangani oleh lima belas
besar Dewan Anggota Eropa di Roma, pada
tanggal 4 Nopember 1950, mengakui pernyataan umum hak-hak asasi manusia yang
diproklamasikan Sidang Umum PBB 10 Desember 1948.
Adapun
jenis-jenis HAM dalam UU No. 39 tahun 1999,
dijelaskan seperangkat hak-hak asasi dasar manusia. Diantaranya:
1.
Hak untuk hidup;
2.
Hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan;
3.
Hak mengembangkan diri;
4.
Hak memperoleh
keadilan;
5.
Hak atas kebebasan
pribadi;
6.
Hak atas rasa aman;
7.
Hak atas kesejahteraan;
8.
Hak turut serta dalam
pemerintahan;
9.
Hak wanita;
10. Hak
anak.
Secara lebih
spesifik, dalam pasal-pasal tersebut ditegaskan beberapa kategori hak sebagai
berikut:
1. Hak yang secara langsung memberikan
gambaran kondisi umum bagi individu agar mewujudkan watak kemanusiaanya,
2. Hak tentang perlakuan yang
seharusnya diperoleh mansia dalam sistem hukum,
3. Hak kegiatan individu tanpa campur
tangan pemeritah,
4. Hak jaminan taraf minimal hidup
manusia.
D. Tinjauan Islam terhadap
HAM
Dalam islam
yang universal telah mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia. Dalam
ajaranya islam telah menempatkan kedudukan manusia yang sejajar dengan manusia
yang lain. Menurut islam, adanya perbedaan lahirilah antar manusia tidak
menyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosialnya.
Dalam
pandangan islam, hak manusia adalah hak kodrati yang tidak dapat dicabut atau
dikurangi oleh apapun dan siapapun yang bersifat permanen. Untuk konsep HAM
dalam islam sudah ada sebelum barat merumuskan konsep HAM. Dalam pandangan
islam dijelaskan beberapa macam hak manusia diantaranya :
1. Hak hidup, adalah hak yang diberikan oleh
Allah kepada setiap makluk untuk menjamin perkembangan hidupnya secara alamiah.
Dalam pandangan Islam hak hidup adalah hak yang utama bagi manusia. Dalam islam
penghargaan hak hidup sangat tinggi, sebab menghilangkan hak hidup orang lain
yang tidak berdosa sama halnya dengan membunuh. Ini seuai dalam Al-Qur’an dalam
surat al an’am ayat 151 yang artinya sebagai berikut: “dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah, melainkan dengan sesuatu yang benar”
2. Hak
kebebasan beragama,
kebebasan manusia untuk memilih suatu agama yang diyakini berdasarkan pada
pertimbangan akal nurani. Begitu juga islam yang menjujung tinggi perbedaan
agama, karena agama merupakan pandangan hidup manusia. Ide ini tercantum dalam
Al-Qur’an surat al baqarah ayat 256. yang artinya “tidak ada paksaan untuk
memeluk agama islam; sesengguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat”
3. Hak
keadilan, keadilah
ini adalah hak manusia untuk mendapatkan sesuatu hak yang menjadi hak orang
lain. Keadilan mempunyai kedudukan sangat penting karena merupakan satu-satunya
prinsip penciptaan manusia. Ini sesuai dalam Al-Qur’an surat al ma’idah ayat 8
yang artinya “…dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum
mendorong berlaku tidak adil. Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa”
4. Hak
kebebasan berpikir dan berpendapat, adalah dimana manusia berpendapat atau
mengekpresikan diri dalam kehidupan masyarakat. Dimana kebebasan ini dapat
diungkapkan melalui media verbal (lisan), media cetak, media gerak. Demikian
juga islam juga menghargai kebebasan berpikir dan berpendapat. Sesuai dalam
Al-Qur’an surat shad ayat 29 yang artinya,”ini adalah sebuah kitab yang kami
turunkan kepadamu dengan penuh berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”
5. Hak
bekerja, hak
lain yang juga diatur dalam islam adalah hak bekerja. Ini sesuai dengan hadits
rasulullah. Yang artinya,”berikanlah upah buruhmu sebelum kering keringatnya,
dan beritahukanlah upahnya sewaktu dia bekerja HR Al Bayhaqy”
6. Hak
politik, dalam
islam juga menjamin hak politik seperti hak memilih kepala negara, hak
musyawarah, hak menjadi pegawai negeri dan yang lainnya. Sesuai yang
diriwayatkan Abdurrahman bahwa Nabi pernah bersabda “hai abdurahman ibn
samurah, janganlah engkau meminta jabatan. Jika engkau diberinya karena
permintaan, engkau akan diberatkannya. Dan jika engkau diberinya tanpa meminta,
maka engkau akan ditolong untuknya”
E.
Pelanggaran
HAM dan Pengadilan HAM
Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No.
26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara
membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara
itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran
terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur
negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap
pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi
juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap
pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap
pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan.
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
umum.
v Penaggung Jawab
dalam Penegakan (Respection), Pemajuan (Promotion), Perlindungan (Protection)
dan Pemenuhan (Fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak
saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara.
Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap
pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM
sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga
oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara
horizontal.
v
Contoh-contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.
Terjadinya penganiayaan
pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan
meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.
Dosen yang malas masuk
kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa
merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.
Para pedagang yang
berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki,
sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat
rentan terjadi kecelakaan.
4.
Para pedagang
tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan
terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus
kendaraan yang tertib dan lancar.
5.
Orang tua yang
memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam
kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak
bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap
manusia selalu menginginkan terciptanya suasana yang aman, tentram dan tertata
rapih dalam kehidupannya.Bagaimana agar semua cita-cita tersebut terlaksana
maka dibentuklah suatu pandangan yang abstrak mengenai penghargaan terhadap
jati diri setiap individu yang disebut dengan Hak Asasi Manusia.
Tujuannnya
untuk melindungi setiap hak-hak individu yang lahir didunia ini terhadap
keberadaannya dan juga untuk dianggap sama dimata dunia.Munculnya Hak Asasi
Manusia tersebut membawa dampak positif dalam peradaban dunia karena mampu
membatasi suatu tindakan yang keji dan sewenang-wenang yang dilakukan manusia
terhadap sesamanya.Meskipun masih banyak beberapa pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi baik dikalangan Nasional maupun Internasional.
Untuk
itu perlu ada penegakan hukum yang tegas dari kalangan pemerintah dan juga
dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap
pelanggar HAM itu sendiri agar mendapat hukuman yan setimpal dengan
perbuatannya melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang pengadilan HAM. Sehingga tidak ada lagi individu-individu yang
terenggut HAM nya oleh kaum tirani(orang yang menggunakan kekuasaan secara
sewenag-wenang).
Dalam
Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam
dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur'an dan Hadits
yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan
umat Islam.
B. Saran dan Kritik
Pemberlakuan
hukum seadil-adilnya bagi para pelanggar HAM secara tegas agar tidak mengulangi
perbuatan keji nya seperti membunuh, menganiaya, melukai, dll. Terhadap sesama
umat manusia dengan begitu para pelanggar HAM akan jera dan menyadari akan
perbuatanya yang telah melanggar hukum maupun ajaran agama.
Disini peranan
masyarakat sangat dibutuhkan untuk segera melapor apabila melihat suatu
tindakan yang tidak terpuji ataupun pelanggaran terhadap HAM kepada pihak yang
berwajib agar kasus-kasus seperti itu dapat cepat ditanagani oleh aparat
berwajib sehingga mencegah timbulnya korban-korban berjatuhan oleh para pelaku
tirani.
Selain itu
setiap masyarakat harus mampu mengembangkan sikap saling menghargai HAM antar
individu yang dapat mencegah timbulnya perpecahan dan peperangan yang terjadi
karena keegoisan semata. Dengan demikian lahirlah kehidupan aman, tentram, dan
damai yang kita dambakan selama ini demi kemajuan bangsa, negara, serta para
calon generasi penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pengertian Macam Dan Jenis Hak Asasi Manusia Ham Yang Berlaku Umum
Global Pelajaran Ilmu Ppkn Pmp Indonesia. http://organisasi.org. Diakses
pada tanggal 13 Maret 2011.
Irsan. 2009. Sejarah Perkembangan Ham. www.irchan.com . Diakses pada
tanggal 13 Maret 2011.
Ridwan,
dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan.
Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Priyanto, Sugeng, dkk.2008. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta. Pusat Perbukuan Depertemen Pendidikan Nasional.